Senin, 08 Februari 2016

Adik Ara

Posted by cuap-cuap ratih on 19.46 with No comments
Ini bukan ajaib yang aneh-aneh hanya saja hal yang jarang terjadi. Ini adalah kisah sejati hidupku.

***

Pagi itu aku hanya berdua dengan mama dirumah, jam sudah menunjukkan jam 7, kedua adikku sudah berangkat ke sekolah dan papa juga sudah ke kantor.
“kamu ga kuliah teh?” tanya mama
“Engga mah, jadwalnya kosong hari ini” jawabku
“Ya udah, mama mau jalan kedepan dulu” kata mama sambil menuju ke luar rumah. Aku hanya mengangguk saja dan meneruskan makan pagi.  

***

Brakk! suara pintu terbuka dengan keras, tiba-tiba saja mama dari luar tergopoh-gopoh memanggil namaku. Aku yang sedang bersantai sambil membaca novel sampai melonjak dari kursi dan berlari ke depan rumah. Kulihat mama yang membuka pintu dan hanya berdiam disana.
“Mah!, kenapa?” tanyaku sambil membantu menahan lengan mama yang menyenderkan tubuhnya ke pintu.
“kamu cepet panggil mbak Diana sana, bilang anterin mama ke rumah sakit, trus bawa tas coklat mama yang sudah ada deket tempat tidur dikamar!,” perintah mama
Tidak berfikir dua kali aku meninggalkan mama yang masih di pintu, langsung pergi dan memanggil mbak Diana tetanggaku.
“Assalamualaikum, mbak Dianaaa,” dengan sedikit berteriak. Kepalaku kekanan kekiri melongok ke jendela untuk mencari sosoknya. Walaupun keadaan darurat tidak berani aku langsung menerjang masuk ke dalam. Sekali lagi aku memanggil namanya. Kemudian muncullah mbak diana dengan berbaju kaos lengan pendek dan celana panjang, potongan pendek rambutnya masih agak berantakan sepertinya masih dengan seragam tidurnya. Wajahnya tersenyum menyambutku.
“Eh, kenapa gemeteran kayak cacing gitu?” tanyanya karena aku bergerak seperti orang yang sedang menahan ingin buang air kecil, tidak bisa diam.
“Mama mba!,” jawabku gugup “Mama minta tolong diantarkan ke rumah sakit sekarang!” lanjutku, rasanya benar-benar ingin buang air kecil jadinya untuk menghilangkan kepanikanku.
“Oh?!, sekarang ya?.. tunggu sebentar mbak ambil kunci mobil dulu,” kata mbak Diana yang mulai terkena setrum kepanikanku. Jadi ikut panik. “Dimana kuncinya?!” kata mbak Diana bertanya pada dirinya sendiri sambil celingukan. Kelihatannya mama sudah janjiaan dengan mbak Diana, karena saat aku hanya mengatakan mama ingin diantar, dan mbak Diana sudah langsung mencari kunci mobilnya.
“Teh, Kamu tunggu sama mamamu didepan rumah ya, mbak susul kesana,” jelas mbak Diana setelah mendapatkan kunci mobil yang ternyata terletak digantungan kunci di ruang tengah.
Mbak Diana keluar menuju garasi dan aku kembali ke rumah. Ingat perintah mama untuk membawa serta tas coklat yang sudah disiapkan sebelumnya. Dan aku langsung kembali menuju mama.
Aku menunggu didepan rumah bersama mama, Wajah mama tampak lebih pucat dan bulir-bulir keringat mulai bermunculan sebesar-besar jagung. Mama meringis menahan sakit. Dia meremas-remas tanganku yang sedari tadi memeganginya. Untung tidak lama kemudian mobil mazda merah milik mbak Diana sudah keluar dari garasi dan berhenti di depan rumah. Kemudian aku masukkan mama, duduk dikursi belakang dan aku disampingnya.

***

Dalam perjalanan ke rumah sakit, aku terus memperhatikan mama. Raut wajahnya bertambah pucat, keringatnya sudah tampak seperti orang yang habis jogging 3 kali putaran lapangan sepak bola. duduknya juga tidak tenang. Matanya sesekali menutup, menahan sakit yang rasanya datang dan pergi. Terlihat sekali mama mengatur nafasnya dan aku hanya bisa bilang “sabar ma, sebentar lagi sampai.” Memberinya semangat untuk bertahan. Mbak Diana juga sesekali melihat ke kursi belakang untuk sekedar mengecek keadaan. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Rumah sakit yang dituju tidak jauh dari rumah kurang lebih 15 menit saja, tapi hari itu rasanya waktu berjalan sangat lambat. “kok tidak sampai-sampai sih,” dalam hati, Aku tidak tega melihat mama seperti itu.
Bangunan rumah sakit sudah terlihat, satu kali lagi belokan kekiri didepan sana sampailah di halaman rumah sakit. Sengaja Mbak Diana memarkirkan mobilnya didepan ruang UGD. Tanpa menunggu untuk berhenti total, aku langsung turun dari mobil dan langsung menuju ruang jaga suster, karena sebelum mobil sampai di rumah sakit, mama sudah berkata “teh nanti kamu langsung cari susternya ya.. bilang mama sudah tidak kuat!” Bukan hanya panik biasa tapi ini sudah panik tingkat dewa, seperti orang linglung aku mencari suster atau siapa saja yang berjaga disana. Ternyata jam 8 pagi adalah waktunya suster-suster di rumah sakit itu aplusan alias pergantian jam jaga dan ruang jaga tampak sepi dan kosong. Astagfirullah! mau menangis rasanya, tapi alhamdulillah entah dari mana keluar seorang yang berpakaian seragam suster dan langsung saja aku menghampirinya.
“Suster ayoo cepat! ibu saya sudah tidak kuat!,” kataku panik.
Setengah bercanda dan mungkin karena tidak tahu apa yang terjadi susternya hanya menjawab kepanikanku dengan,
“iya sebentar, masa saya disuruh terbang,” OMG!. Tak perduli sekeliling ku tarik tangan suster itu, walau sempat kaget tapi suster itu mengikutiku keluar ruangan dan aku mengarahkannya menuju tempat mama yang masih menunggu di dalam mobil. Tanpa di beritahu kemudian suster itu melongok kedalam mobil dan melihat mama yang sedang menahan sakit. Serta merta suster langsung memeriksanya.
“Sebentar saya ambil peralatan,” kata suster ikut agak panik setelah mengetahui kondisi pasiennya. Suster berlari kedalam ruang UGD. Cepat juga suster itu bertindak, tidak lama sudah datang lagi membawa peralatan. Suster itu bilang kepadaku “tunggu disini jaga supaya tidak ada yang melihat ya!” Suster kemudian masuk kedalam mobil dan aku dengan patuh berjaga diluar mobil.
Seorang satpam menyadari ada suasana yang berbeda pada mobil yang di parkir didepan ruang UGD, dia sempat melihat seorang suster masuk ke dalam mobil dan ada seorang gadis yang menunggu di samping pintu mobil seperti orang berjaga-jaga, melihat keadaan sekitar dengan wajah seperti orang yang kehilangan barang berharganya, bingung dan resah. Otomatislah antena ke satpamannya bekerja menaruh curiga. Maka mendekatlah dia. Sebelum benar-benar mendekat mobil. Aku sudah maju duluan.

“Pak jangan liat, ibu saya sedang lahiran!,” kataku sambil berusaha menghalangi satpam itu untuk melihat apa yang terjadi di dalam mobil. Beberapa saat satpam tetap bersikeras ingin melihat namun akhirnya satpam itu mundur teratur karena sekilas sudah melihat apa yang terjadi dan merasa yakin situasi tidak mengkhawatirkan. Akhirnya membiarkan suster didalam mobil menolong pasiennya.
Tak lama kemudian suster sudah menggendong seorang bayi mungil dan masuk kedalam rumah sakit, tapi mama masih didalam mobil. Tak lama lalu keluar 2 orang perawat laki-laki membawa brankar yang ternyata digunakan untuk mengevakuasi mama dari dalam mobil dan masuk ke rumah sakit.

Aku terdiam, masih merasa lututku mau copot dan detak jantungku berdenyut dengan cepat. Setelah mama masuk ke dalam ruang UGD, aku masih saja berdiri di dekat mobil, Lalu mataku tertuju ke wajah mbak Diana yang kemudian tersenyum melihatku. Aku balas dengan senyuman atau mungkin lebih tepat seperti ringisan. Mbak Diana ikut masuk ruang UGD menemani mama.
“Alhamdulillah,” ucapku lirih setelah merasa agak tenang. Lalu aku cek kursi belakang mobil mbak Diana, dimana ibuku melahirkan adikku yaitu anaknya yang ke 4. Tampak tertinggal mungkin yang disebut air ketuban, juga sedikit lemak, aku tidak melihat banyak darah tapi itu hanya perkiraanku saja tidak tau tepatnya. Satu hal yang terpikir adalah bagaimana membersihkannya. Mbak Diana mungkin malaikat yang dikirim Allah untuk membantuku yang tidak mengerti apa-apa mengenai ini semua untuk mendampingi mama, saat melahirkan pada diusianya yang sudah tidak muda lagi. Ya.. diusianya yang ke 42!. Sungguh keajaiban dan anugrah betapa mama diberi kemudahan dan begitu lancar saat melahirkan. Atau mungkin terlalu lancar sehingga melahirkan di dalam mobil yang terparkir di depan ruang UGD.

***

“Yuk masuk!,” kata mbak Diana saat melihatku masih saja berdiri dekat mobil. Sesudah dia mengunci mobil lalu menuntunku. Aku hanya diam mengikutinya. Didepan ruang tunggu UGD Mbak Diana menyuruhku duduk dan dia duduk disampingku. 
“Sudah tidak usah dipikirkan, gampang kok nanti dibersihkan,” kata mbak Diana seperti bisa membaca dengan tepat apa yang terlintas dalam benakku.
“Hehe iya mbak Di, Trimakasih banget udah nganterin mama,” kataku
“iya teh, sama-sama dan selamat ya kamu dah punya adek baru,” balas mbak Diana sambil mencandaiku dengan lirikan matanya “Sekarang mbak pulang dulu ya, mau berangkat kerja dan tadi juga sudah pamit sama mamamu,” kata Mbak Diana, “Oh iya, tadi papamu juga sudah dihubungi, mungkin saat ini sedang dalam perjalanan pulang,” lanjut mbak Diana kemudian. Mbak Diana adalah anaknya teman mama yang juga tetangga kami, dia baru lulus kuliah dan sudah bekerja di perusahaan konsultan menjadi translater Bahasa Inggris.

***

Tinggalah aku sendiri duduk didepan ruang UGD dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Tak lama kemudian keluarlah suster dan mengatakan kepadaku, bahwa mama sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Namun bayinya masih di periksa lanjutan dan setelah selesai baru akan diantarkan ke kamar dimana mamaku dirawat. Dengan sisa rasa keterkejutan atas peristiwa lahirnya adikku yang begitu mendadak namun membahagiakan, aku berjalan dengan cepat ke ruang perawatan yang disebutkan oleh suster tadi.
Sampai diruangan aku lihat mama terbaring lemah, tapi wajahnya sudah tidak lagi pucat seperti di mobil. Aku masuk langsung, senyum melihat mama. Lalu menghampiri dan menciumnya.
“Sudah lihat adekmu?” tanya mama
Aku membalas senyumnya “Belum, tapi nanti mau di bawa kesini,” jawabku.
“iya, tadi mama sudah liat tapi sekarang dibersihkan dan diukur dulu,” jelas mama.
Tak lama kemudian suster membawa seorang bayi mungil berbalut kain berwarna merah muda dalam gendongannya dan meletakkannya dalam box yang sudah disiapkan disebelah tempat tidur mama.

Kulihat adik baruku, kata mama dia perempuan, kulitnya kemerahan, rambutnya tidak banyak, ada bulu-bulu halus disekitar keningnya, matanya masih tertutup tapi mulutnya bergerak-gerak sepertinya ingin menyusu. Aku teringat saat mama dinyatakan hamil, dia begitu resah karena usianya yang tak lagi muda. Rasa malu dengan tetangga juga kekhawatiran akan persalinan membuatnya tidak keluar dan mengurung diri di dalam rumah. Padahal yang ku tahu mama paling senang mengikuti berbagai kegiatan sosial bersama ibu-ibu tetangga di lingkungan rumah. Semua anggota keluarga dan aku sendiri tidak mempermasalahkan kehamilan mama, senang-senang saja akan punya adik lagi walaupun nantinya usia kita terpaut sangat jauh yaitu dua puluh tahun. Tapi akhirnya mama bisa menjalani kehamilannya lebih santai dengan dukungan keluarga.

Mama adalah seorang ibu yang sudah berpengalaman mengingat anaknya sekarang sudah 4 orang. Beda usia sepuluh tahun dengan anak yang sebelumnya tidak membuat mama jadi canggung saat akan memegang bayi lagi. Hati-hati ia menarik box tempat adikku dan mendekatkannya dengan tempat tidur. Mengangkat adikku dengan perlahan lalu mendekatkan ke dadanya. Mama mengajarkan adik untuk menyusu dengan benar, agar Asi-nya bisa sampai di mulut adik dan mama merasa nyaman saat menyusuinya. Bagiku itu adalah pemandangan yang sangat mengharukan. Aku melihat sendiri betapa mama menahan rasa sakit dan juga menahan agar adik tidak lahir saat dalam perjalanan. Mungkin adikku paling kecil ini sudah tidak tahan ingin melihat dunia itulah mengapa akhirnya mama melahirkan di dalam mobil yang parkir dihalaman rumah sakit dan tidak sanggup berjalan masuk ke ruang persalinan. Alhamdulillah diberi kemudahan. keduanya dalam keadaan sehat wal’afiat. Dan bayi mungil itu dipanggil “Ara”.


#ODOP#Hujan di Februari membara^^# hari ke 6







Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar